Historical Bulletin : Alternatif Sumber Belajar Untuk Menyiasati Rendahnya Minat Baca Materi Pelajaran Sejarah

 Historical Bulletin : Alternatif Sumber Belajar
Untuk menyiasati rendahnya minat baca materi pelajaran sejarah



Dari pada mengutuk kegelapan, lebih baik menyalakan lilin… Adakah diatara kita pernah mendengar peribahasa ini? Sebuah peribahasa yang cukup terkenal digunakan di seluruh dunia, mulai dari John F Kennedy yang menggunakanya dalam pidato pencalonan dirinya sebagai presiden (“It’s Better to light a candle than curse the darkness”) sampai Anis Baswedan yang menjadikanya tagline dalam program Indonesia Mengajar ketika beliau masih memimpin gerakan pendidikan tersebut.

Peribahasa ini jugalah menginspirasi saya sebagai guru untuk  berusaha tetap optimis dalam menjalankan tugas yang tidak mudah dengan banyaknya kewajiban dan beragam kompleksitas persoalan yang dihadapi guru di ruang kelas terkait dengan tugasnya mengajar juga di ruang guru dengan setumpuk administrasi.

Kehadiran guru di ruang kelas bukanlah persoalan mudah bagi saya. Tuntutan agar siswa mampu mencapai target kompetensi dasar, membuat siswa mampu berfikir HOTS, memiliki kecakapan abad 21, memiliki ahlak yang mulia baik secara social maupun spiritual tentunya membutuh perencanaan yang matang, strategi yang tepat, sarana dan budaya sekolah yang kondusif serta minat siswa terhadap pelajaran itu sendiri.

Minat siswa terhadap materi pelajaran adalah salah satu factor penting yang akan mendukung tercapainya target pembelajaran. Sayangnya yang selalu menjadi persoalan klasik guru di ruang kelas adalah sulitnya menumbuhkan minat siswa terhadap pelajaran yang diampunya. Salah satu indikasi rendahnya minat belajar nampak dari  minimnya minat membaca terhadap materi, literatur atau sumber-sumber lain untuk mendukung kegiatan belajar.

Laporan PISA yang terakhir (2015) menyebutkan indeks literasi Indonesia tidak berbeda jauh dari tahun 2012 hanya naik beberapa tingkat, yaitu peringkat 64 dari 72 negara anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Tentunya ada banyak penyebab rendahnya indeks tersebut, pemerintah telah merespon laporan itu dengan melakukan banyak upaya untuk menaikan minat baca masyarakat khususnya pelajar, salah-satu diantaranya yang saat ini kita praktikan di sekolah yaitu; adalah Gerakan Literasi Sekolah.

Upaya untuk menumbuhkan budaya literasi sebetulnya bukan tanggung jawab pemerintah semata. Semua elemen masyarakat mestinya memberikan dukungan atau berkontribusi terhadap gerakan ini mulai dari keluarga, lembaga pendidikan, korporasi melalui CSR-nya, Lembaga Swadaya Masyarakat dll. Namun demikian peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan menjadi amat penting karena sekolah adalah elemen utama dalam system social masyarakat yang bertugas membina dan mempersiapkan kader-kader yang akan mewarisi masa depan bangsa kita.

Walaupun pemerintah telah menciptakan program dan membuat skema atau strategi dalam menumbuhkan budaya membaca, tetap saja guru memegang peranan sangat besar terhadap keberhasilan program tersebut. Guru dituntut kreativitasnya untuk mendorong munculnya minat baca dalam diri peserta didik.

Salah satu cara yang saya coba lakukan untuk mendorong siswa-siswa saya agar mau membaca adalah dengan membuat Bulletin Sejarah yang berisi materi–materi yang sedang dibahas. Bulletin ini mungkin bukan solusi, tapi setidaknya dalam pandangan saya bulletin tersebut bisa menjadi jembatan bagi anak didik saya untuk mau membaca materi dan mendorong mereka untuk mempelajari sumber-sumber sejarah lainya. Adapun beberapa hal yang mendorong saya untuk membuat bulletin ini diantaranya
  1. Ketiadaan sumber belajar (buku/LKS/modul) di sekolah (perpustakaan) khususnya untuk materi sejarah peminatan
  2. Mahalnya harga buku-buku paket sejarah peminatan di toko buku
  3. Gaya bahasa dan design buku yang kurang menarik minat siswa
  4. Jumlah halaman yang terlalu banyak membuat siswa enggan membacanya
  5. beberapa buku sumber materinya kurang sesuai dengan KD sejarah peminatan, dll.
Buletin hanya terdiri dari 2 atau 3 halaman saja, tidak banyak memang namun isinya disesuaikan dengan semua indicator atau tujuan pembelajaran pada KD yang sedang dipelajari. Isi bulletin terdiri dari judul materi, kata-kata kunci dari tema yang sedang dibahas, materi sesuai IPK pembelajaran dan latihan soal yang beberapa diantaranya berupa soal HOTS.

Apa yang membedakan bulletin ini dengan buku atau modul pembelajaran? yang pertama pastinya adalah jumlah halaman. Bulletin sengaja dibuat 2 atau 3 halaman saja untuk menarik minat siswa yang tidak terbiasa membaca buku yang jumlahnya puluhan atau ratusan halaman. Dari segi design, bulletin sejarah bentuknya meniru format surat kabar (koran) dengan kolom-kolom pendek berisi rangkuman/poin-poin penting materi. Dari segi isi, saya mencoba memahami arah atau tujuan dari kompetensi dasar, menangkap poin-poin pentingnya kemudian menuangkanya dalam tulisan di bulletin. Untuk memperkuat penjelasan serta mempermudah siswa berimajinasi tentang materi yang dibahas, maka ditampilkan gambar-gambar yang representatif dan informatif untuk memudahkan siswa berimajinasi. Satu hal lagi, menyesuaikan dengan karakteristik generasi Z yang serba digital, bulletin ini disebarkan juga dalam bentuk soft copy dengan format pdf sehingga siswa-siswa dapat dengan mudah membacanya di smartphone mereka masing-masing.

Ada beberapa pertanyaan yang pernah diajukan seputar bulletin ini. Apakah penggunaan bulletin ini efektif meningkatkan minat baca khususnya pelajaran sejarah? Bagaimana pemahaman anak-anak terhadap materi yang tersaji di bulletin? Bagaimana nilainya pada ulangan harian, apakah ada perubahan? Agar jawabanya ilmiah berdasarkan data tidak hanya sekedar pengalaman empiris saya, Insya Allah nanti akan saya posting di blog ini setelah penelitian Mbak Riska selesai. Sekedar info saja, Jadi Mbak Riska ini adalah mahasiswa Sejarah UNJ yang rajin, ulet dan smart, beberapa waktu lalu beliau tertarik untuk meneliti bulletin yang saya buat. Beberapa bulletin dibawah ini adalah hasil karya beliau (semoga beliau kelak menjadi guru yang hebat, Amin)

Jadi kesimpulanya, teman-teman... disekitar dunia pekerjaan kita ada persoalan-persoalan yang menuntut untuk kita pecahkan. Berbagai keterbatasan, tuntutan administrasi, regulasi yang menyebalkan dan hal-hal lainya yang tidak akan pernah selesai jika hanya diratapi dan dikeluhkan saja. Mari terus berikhtiar memberikan yang terbaik.. Dari pada mengutuk kegelapan, lebih baik menyalakan lilin… Tabik..

Bulletin Mataram Kuno ; Download disini



Bulletin Edisi Kerajaan Sriwijaya ; Download disini




Bulletin Akar-Akar Demokrasi : Download disini




Bulletin Akar-Akar Nasionalisme ; Download Disini


Previous
Next Post »
Thanks for your comment